Pendanaan Buku 100 Tahun Gontor

JudulInternasionalisasi Gontor; Catatan 100 Tahun Pertama
Nama HibahHibah Internal Penelitian
Nama ProgramProgram 100 Tahun Gontor
Nama SkemaPendanaan Buku 100 Tahun Gontor
AbstrakPondok Modern Darussalam Gontor ketika didirikan kembali pada tahun 1926 di antaranya dilatarbelakangi keikutsertaan Kyai Ahmad Sahal pada Mu’tamar ‘Alam al-Islami Far’ Hindi Syarqiyah (MAIHS) di Kampung Tembok Dukuh, Surabaya, pada 24-26 Desember 1924. Salah satu luaran yang diharapkan adalah menentukan utusan kaum Muslimin di Hindia Timur untuk ikut serta dalam Kongres Khilafah di Mekkah merespon penghapusan Daulah Osmani. Sayangnya, didapati betapa sulitnya hadirin menentukan seorang figur dengan kriteria ideal; menguasai bahasa Inggris dan Arab sekaligus. Akhirnya, diutuslah dua tokoh yaitu HOS Cokroaminoto dan K.H. Mas Mansyur yang mahir salah satunya. Kyai Ahmad Sahal pun pulang dengan visi mendidik para pemuda menjadi tokoh kaliber dunia yang menguasai bahasa-bahasa asing dengan tetap berjiwa santri. Fakta sejarah di atas amat penting untuk dijadikan kerangka dalam membaca Gontor sebagai sebuah lembaga pendidikan. Sebab, ia memberikan ciri khas modern yang membuatnya unik dan terdiferensiasi dari semua pesantren di masa itu. Latar belakang ini pula yang kemudian mengarahkan ke mana saja Zainuddin Fanani dan Imam Zarkasyi muda – berikut generasi-generasi setelahnya – menuntut ilmu dan menguasai keterampilan yang cukup untuk mendidik santri-santri dengan profil ideal tadi. Seiring berjalannya waktu, Gontor pun diwakafkan pada tahun 1958 dengan amanat agar lembaga pendidikan Gontor ditingkatkan menjadi universitas, sebuah jenjang pendidikan tingkat tinggi yang kala itu menjadi trend nasional dan global. Dalam pidato pembukaan Perguruan Tinggi Darussalam (PTD) Gontor, baik K.H. Ahmad Sahal selaku pengasuh maupun K.H. Imam Zarkasyi selaku P.J. Rektor PTD mengamanatkan agar Al-Azhar (Mesir), Aligarh (India), Santiniketan (India), dan Syanggit (Mauritania) dijadikan rujukan dalam menjaga dan mengembangkan institusi pendidikan tinggi yang “bermutu dan berarti”. Lebih detail, dari Al-Azhar hendaknya diambil inspirasi keberhasilannya menjadi pusat studi Islam di dunia selama berabad-abad, dari Aligarh Muslim University diambil simbol kebangkitan Islam karena mengintegariskan ilmu pengetahuan Islam dan sains, dari Syanggit diambil keikhlasan para ulamanya, dan dari Santi Niketan diambil kemampuannya mengajar dunia dari tempat terpencil yang damai. Visi internasional inilah di antara faktor terpenting yang membuat para santri datang ke Gontor berkembang dari lingkup masyarakat sekitar desa Gontor menjadi berbagai daerah di Jawa Timur dan pulau Jawa, dilanjutkan dengan berbagai wilayah di Indonesia terutama dari Kalimantan, dan dari lingkup regional di kawasan Asia Tenggara terutama Malaysia dan Thailand, lalu berkembang lagi ke lingkup internasional. Di sisi lain, reputasi Gontor sebagai institusi mulai diakui oleh berbagai macam pihak internasional. Penelitian ini berusaha menelusuri proses konseptualisasi visi internasional dan manifestasinya di dalam pengalaman Pondok Modern Darussalam Gontor sepanjang 100 tahun usianya. Dengan begitu, paparan penelitian ini akan terbagi menjadi dua. Pada bagian pertama, yaitu konseptualisasi, pendekatan historis-eksplanatoris akan digunakan. Artinya, sejumlah peristiwa-peristiwa penting seputar internasionalisasi akan diuraikan secara kronologis berikut penjelasan mengenai signifikansinya dalam melengkapi visi internasional Gontor. Pada bagian kedua, yaitu manifestasi, akan dijelaskan empat isu yaitu gelombang kedatangan santri, pengakuan kelembagaan, kunjungan tokoh, dan IKPM luar negeri. Data akan dikumpulkan dengan dua metode yaitu (1) studi literatur terhadap rujukan baik berupa arsip yang tersimpan di gudang arsip Gontor, Warta Dunia Gontor dati tahun ke tahun, maupun buku-buku populer yang telah diterbitkan (Sendjata Pengandjoer dan Pendidik Islam, K.H. Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis Pesantren Modern, K.H. Imam Zarkasyi di Mata Umat, dll.) dan (2) wawancara dengan tokoh-tokoh yang relevan terutama para saksi hidup dari generasi kedua Gontor (K.H. Hasan Abdullah Sahal, K.H. Akrim Mariyat, Prof. Amal Fathullah Zarkasyi, Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi, Dr. Husnan Bey Fannanie, Prof. Din Syamsuddin, Dr. Hidayat Nur Wahid, dll.)
Pengusul Usamah Abdurrahman, S.H., M.A.
Anggota 1Prof. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi, M.A.
Anggota 2 Usamah Abdurrahman, S.H., M.A.
Tahun Penelitian2025
Sumber DanaUNIDA GONTOR
Dana Non DiktiIDR 5.000.000.00