Pendanaan Buku 100 Tahun Gontor

JudulImplementasi Eco-Pesantren Sebagai Budaya Sekolah Menuju Education For Sustainable Development di Pondok Gontor Putri 1]
Nama HibahHibah Internal Penelitian
Nama ProgramProgram 100 Tahun Gontor
Nama SkemaPendanaan Buku 100 Tahun Gontor
Abstrak[Kultur Sekolah adalah salah satu tolok ukur keberhasilan penyelanggaraan proses pendidikan. Kultur sekolah yang baik diharapkan akan berhasil meningkatkan mutu pendidikan yang tidak hanya memiliki nilai akademik namun sekaligus bernilai afektif (Atmaja et al., 2022). Boydak Ozan & Demir (2012) menjelaskan kultur sekolah menjadi karakteristik setiap sekolah. Sekolah memiliki kulturnya masing-masing yang meliputi nilai-nilai, keyakinan, norma-norma, cerita, upacara, dan simbol sekolah. Kultur yang ada di sekolah harus dibentuk untuk memungkinkan staf dan siswa berosialisasi dan mentransfer warisan kultur dari masa ke masa. Kultur sekolah dapat diidentifikasi melalui aspek-aspeknya. Kultur terwujud dalam lingkungan sekolah,Schein (2010) mengajukan tiga level sebagai aspek dalam kultur sekolah yaitu artifacts, espoused values, dan basic underlying assumption. Keseluruhan aspek kultur sekolah tersebut akan membentuk sistem yang menjadi karakteristik setiap sekolah. Zamroni (2016) menjelaskan artefak terwujud dalam kondisi gedung, kebersihan, dan perilaku warga sekolah. Maka pengembangan yang berfokus dalam pengelolaan lingkungan sangat penting untuk dilakukan demi membentuk kultur sekolah yang baik. Pengembangan kultur sekolah dalam hal pengelolaan lingkungan bisa dilakukan di pondok pesantren. Hal ini didasarkan pada stigma terhadap Pondok Pesantren yang sering identik dengan lemahnya manajemen lingkungan terutama dalam pengelolaan sampah, limbah, penggunaan air, pelestarian alam, pelestarian lingkungan, pemanfaatan energi dan sebagainya (Aulia et al., 2018). Pengembangan kultur dalam hal pengelolaan lingkungan ini juga disebut dengan istilah Eco-Pesantren. Eco-Pesantren berasal dari dua unsur kata yakni eco dan pesantren. Eco atau eko yang diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dengan konotasi erat berhubungan pada ilmu ekologi, yaitu ilmu yang mempelajarai tentang interaksi makhluk hidup dengan lingungan alam sekitarnya. Sedangkan pesantren adalah lembaga pendidikan Islam khas Indonesia yang mempunyai elemen pesantren yaitu: pondok, masjid, pengajaran kitab klasik, santri dan kyai. Sehingga, ekopesantren adalah upaya untuk memberikan label “ramah lingkungan” atau green pada tahap dimana pesantren tersebut dapat menunjukkan kontribusi atau partispasinya pada pelestarian atau konservasi lingkungan (Mangunjaya & Wahyono, 2022). Prinsip menjadi lingkungan dalam pesantren inilah yang disebut dengan Eco Pesantren (Mangunjaya, 2014). Pesantren memiliki tanggungjawab dalam memberikan pendidikan yang bernilai positif mengenai upaya untuk pelesatarian lingkungan. Pesantren memiliki kebiasaan yang berlanjut yang oleh Ikwan et al. (2021) memiliki peranan penting dalam mengembangkan fiqih al biah karena berperan sangat penting dalam pengupayaan nyata umat muslim yang wajib menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan yang tidak hanya dalam batasan etika maupun moral saja, namun sampai pada penguatan hukum instrument (Faizin, 2016). Eco-pesantren juga dijadikan salah satu model pendidikan lingkungan berbasis agama yang direkomendasikan oleh konferensi international aksi Muslim 1 untuk perubahan Iklim untuk diterapkan pada skala International (Arifah et al., 2022). Cendikiawan muslim dunia mengakui bahwa pesantren di Indonesia memiliki pemahaman maju dalam mengelola lingkungan seperti mengolah sampah menjadi kompos dan barang bernilai ekonomi, yang sehingga bisa menambah pendapatan dari kompos itu (Fatimatuzzahroh et al., 2015). Objek penelitian adalah Pondok Pesantren Gontor Putri 1. Gontor Putri 1 merupakan pondok pesantren yang berada di Mantingan yang memiliki jumlah santri yang cukup banyak dan beberapa usaha milik pesantren yang memungkinkan untuk pengembangan Eco-Pesantren di lingkungan pesantren.Dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan, Tertib Lingkungan memiliki makna bahwa kebersihan adalah bagian dari iman. Menjaga kebersihan dan kerapihan lingkungan adalah wujud rasa syukur kita atas tempat tinggal dan fasilitas yang Allah swt., titipkan kepada kita. Bukan hanya tanggung jawab cleaning service atau satpam, tetapi setiap individu harus merasa bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan di sekitarnya. Mengambil sampah kecil pun termasuk amal sholeh yang berpahala (Pesantren, 2024). Maka dari beberapa hal itulah pengembangan Eco Pesantren sebagai kultur sekolah layak untuk dikembangkan sebagai sarana untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Penelitian ini memiliki kebaruan (novelty) dalam menyajikan model integratif antara konsep kultur sekolah berbasis pesantren dan prinsip Education for Sustainable Development (ESD). Belum banyak kajian yang secara eksplisit menempatkan Eco-Pesantren sebagai entitas budaya sekolah dalam kerangka pendidikan berkelanjutan. Melalui pendekatan ini, pesantren tidak hanya diposisikan sebagai lembaga keagamaan tradisional, tetapi sebagai agen transformasi sosial dan lingkungan yang relevan dengan isu-isu global seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan pendidikan karakter ekologis (Harmathilda et al., 2024). Manfaat dari penelitian ini pun bersifat strategis. Secara praktis, model Eco-Pesantren dapat menjadi inspirasi bagi lembaga pendidikan Islam lain dalam mengembangkan program pengelolaan lingkungan yang partisipatif dan berkelanjutan. Secara teoritis, penelitian ini menambah khasanah keilmuan dalam studi budaya sekolah dan pendidikan lingkungan berbasis agama. Secara sosial, Eco-Pesantren menjadi wahana pembentukan karakter santri dalam hal tanggung jawab, kepemimpinan, dan kolaborasi. Dan secara global, pengembangan Eco-Pesantren mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan ke-4 tentang pendidikan berkualitas dan ke-13 tentang penanganan perubahan iklim. Dengan demikian, pengembangan Eco-Pesantren bukan hanya merupakan kebutuhan lokal, tetapi juga bagian dari kontribusi global dalam membentuk generasi yang sadar lingkungan, religius, dan bertanggung jawab terhadap masa depan bumi (Pudjiastuti et al., 2021)]
PengusulDr. Solikah Ana Estikomah, S.Si., M.Si.
Anggota 1apt. Kurniawan, S.Si., M.Farm.
Anggota 2 Cania Sofyan Islamanda, S.Farm., M.Pharm.
Tahun Penelitian2025
Sumber DanaUNIDA GONTOR
Dana Non DiktiIDR 0,00