Pendanaan Buku 100 Tahun Gontor

JudulPENDIDIKAN LEADERSHIP DI GONTOR: MENEMPA PEMIMPIN DENGAN JIWA PESANTREN
Nama HibahHibah Internal Penelitian
Nama ProgramProgram 100 Tahun Gontor
Nama SkemaPendanaan Buku 100 Tahun Gontor
AbstrakDalam lanskap pendidikan nasional dan global yang terus berubah, kebutuhan akan pemimpin yang berintegritas, visioner, dan berbasis nilai spiritual semakin mendesak. Buku “Pendidikan Leadership di Gontor: Menempa Pemimpin dengan Jiwa Pesantren” hadir sebagai respon terhadap kegelisahan ini. Ia mengungkap dan menarasikan bagaimana Pondok Modern Darussalam Gontor telah menjadi kawah candradimuka pembentukan kepemimpinan santri dengan pendekatan yang unik dan autentik, yakni perpaduan antara kedalaman spiritual, keteguhan karakter, dan keluasan wawasan. Gontor bukan sekadar lembaga pendidikan Islam; ia adalah sistem peradaban mini yang menanamkan nilai-nilai luhur, menyemai semangat pengabdian, dan melatih santri untuk hidup dalam disiplin, tanggung jawab, dan keikhlasan. Di dalamnya, proses pendidikan kepemimpinan tidak diajarkan secara verbal dan teoritik saja, melainkan dijalankan secara langsung dalam dinamika kehidupan sehari-hari. Leadership di Gontor adalah praktik, bukan sekadar konsep. Buku ini terdiri dari sepuluh bab yang masing-masing menggambarkan aspek-aspek kunci dalam proses pembentukan kepemimpinan berbasis jiwa pesantren. Dimulai dari paradigma dasar pendidikan Gontor, penulis membedah filosofi dan visi pondok yang menekankan lima pilar utama: keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwah Islamiyah, dan kebebasan berpikir dalam bingkai adab. Kelima nilai ini bukan hanya slogan, tetapi prinsip hidup yang ditanamkan sejak hari pertama santri menginjakkan kaki di pondok. Semua aktivitas santri diarahkan untuk menginternalisasi nilai-nilai ini, sehingga mereka tumbuh menjadi pemimpin yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara spiritual dan emosional. Salah satu kekuatan utama Gontor dalam membentuk jiwa kepemimpinan adalah pendekatan pendidikan yang holistik dan integral. Kurikulum Gontor tidak terbatas pada pelajaran formal di kelas, tetapi diperluas ke dalam aktivitas organisasi, latihan pidato, pembiasaan berbahasa asing, hingga pengelolaan unit-unit usaha pondok. Semua ini merupakan bentuk pelatihan kepemimpinan secara riil yang membentuk santri dalam berorganisasi, memimpin rapat, mengambil keputusan, dan mengelola konflik. OPPM, Koordinator, Club-club Bahasa dan Olahraga, Pengurus Rayon serta struktur organisasi internal lainnya menjadi arena latihan yang efektif untuk menumbuhkan keberanian, kedisiplinan, dan tanggung jawab kolektif. Kyai dan guru di Gontor juga memainkan peran penting dalam proses pembentukan karakter pemimpin. Mereka bukan hanya pengajar, tetapi juga teladan hidup. Kepemimpinan di Gontor bukan dibentuk oleh ceramah dan instruksi semata, melainkan oleh keteladanan yang konkret: guru yang bangun sebelum subuh, menyapu halaman bersama santri, mengawasi kegiatan hingga larut malam, dan tetap hadir dengan senyuman. Keteladanan ini membentuk apa yang disebut oleh Gontor sebagai “pendidikan melalui hidup bersama”. Disinilah nilai dan akhlak menjadi bingkai yang nyata. Buku ini juga menyoroti peran penting disiplin dan keteraturan sebagai bagian dari leadership formation. Jadwal harian santri yang ketat, pengawasan aktivitas, serta pembiasaan tanggung jawab personal dan kolektif bukanlah bentuk pengekangan, melainkan sarana untuk membangun kesadaran hidup teratur dan bertanggung jawab. Disiplin di Gontor bukan hanya dimaknai sebagai aturan, melainkan sebagai media pembentukan jiwa. Seperti pepatah pesantren: “Al adab qabla al-‘ilm” adab sebelum ilmu. Tak kalah penting, buku ini menegaskan bahwa leadership di Gontor juga ditumbuhkan melalui spiritualitas yang dalam. Dzikir, shalat berjamaah, puasa sunnah, qiyamul lail, dan penghayatan terhadap nilai-nilai keikhlasan menjadi fondasi ruhiyah bagi seorang pemimpin. Sebab, kepemimpinan dalam perspektif Islam bukan sekadar seni mengatur manusia, melainkan juga amanah ilahiyah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Illahirobbi. Dengan menginternalisasi spiritualitas ini, pemimpin yang dilahirkan dari rahim pesantren adalah mereka yang tidak tergoda oleh popularitas, kekuasaan, atau harta, tetapi terpanggil untuk berjuang dan mengabdi. Bahasa juga menjadi pilar pembentukan kepemimpinan santri. Gontor mewajibkan penggunaan bahasa Arab dan Inggris sebagai bagian dari budaya intelektual dan komunikasi. Dengan penguasaan bahasa global ini, santri dilatih untuk berbicara dengan percaya diri, menyampaikan ide secara logis, dan mengembangkan kepekaan terhadap budaya lain. Ini adalah investasi jangka panjang untuk mencetak pemimpin berwawasan internasional namun tetap berakar pada nilai-nilai Islam. Bab-bab selanjutnya dalam buku ini mengupas bagaimana Gontor melatih kepemimpinan dalam aspek ekonomi, terutama melalui kemandirian. Unit usaha pondok, koperasi santri, dan kegiatan kewirausahaan bukan semata-mata orientasi bisnis, melainkan wahana pendidikan tanggung jawab, kerja keras, dan manajemen. Ini semua menjadi bekal penting bagi pemimpin yang kelak akan terjun ke masyarakat luas. Buku ini juga memberikan ruang refleksi tentang kiprah para alumni Gontor yang telah terbukti memegang peran strategis di berbagai sektor — pendidikan, politik, dakwah, diplomasi, media, hingga dunia usaha. Jejak-jejak alumni menjadi bukti konkret bahwa sistem pendidikan Gontor efektif dalam membentuk pemimpin yang adaptif, komunikatif, dan berintegritas tinggi. Kepemimpinan mereka tidak hanya diukur dari jabatan, tapi dari pengaruh, kontribusi, dan integritas pribadi mereka di tengah masyarakat. Di bab terakhir, buku ini mengangkat bagaimana sistem kepemimpinan Gontor bertransformasi menghadapi era digital dan disrupsi teknologi. Tanpa meninggalkan nilai-nilai klasik, Gontor mulai memanfaatkan media digital dalam pengajaran, memperkuat literasi digital santri, dan membuka ruang dialog dengan dunia luar melalui platform global. Ini menunjukkan bahwa Gontor bukan institusi konservatif yang anti-perubahan, tetapi entitas dinamis yang menjaga akar sambil merentang sayap dan menebar Cahaya kebaikan. Keseluruhan buku ini adalah perpaduan antara dokumentasi ilmiah, refleksi spiritual, dan observasi kultural terhadap model pendidikan kepemimpinan berbasis pesantren. Ia tidak hanya relevan untuk dibaca oleh alumni Gontor, tetapi juga oleh para akademisi, peneliti pendidikan, pengambil kebijakan, dan siapa pun yang tertarik pada model kepemimpinan berbasis nilai. Pendidikan leadership di Gontor adalah proses panjang dan mendalam, yang tidak hanya menargetkan keberhasilan di dunia, tetapi juga keselamatan di akhirat. Ia mengintegrasikan akal, hati, dan tindakan dalam satu tarikan napas pendidikan. Maka, siapapun yang ingin membentuk pemimpin sejati tidak cukup hanya membaca buku tentang kepemimpinan, tetapi perlu belajar dari lembaga yang telah membuktikan dirinya melalui karya dan keteladanan. Dan Gontor adalah salah satunya.
PengusulDr. Andi Triyawan, M.A.
Anggota 1Dr. Nurul Salis Alamin, M.Pd.I.
Anggota 2Dr. Ahmad Suharto, S.Ag., M.Pd.I.
Tahun Penelitian2025
Sumber DanaUNIDA GONTOR
Dana Non DiktiIDR 0,00